1. Bagaimana sejarah
keuangan publik di zaman Rasulullah SAW ?
Jawaban :
Sejarah Keuangan Publik Islam
Ketika perkembangan islam mulai tampak, dan islam
telah didakwahkan secara terang – terangan (persuasive), Rasulullah SAW. Mulai
mengutus para sahabat untuk dijadikan duta guna mendakwahkan agama dan
mengambil zakat masyarakat Arab. Hal utama yang harus dilakukan utusan adalah
memberikan pelajaran agama terlebih dahulu kepada pemimpin kabilah, dan
diharapkan bisa merambah pada kaumnya, Rasulullah SAW telah mendelegasikan
Muadz bin jabal ke Yaman dengan job deskripsi yang jelas, seraya
bersabda: “ Engkau aku utus untuk datang kepada kaum ahli kitab.
Persoalan utama yang harus engkau dakwahkan kepada mereka adalah mengajak untuk
beribadah kepada Allah SWT. Jika mereka telah mengetahui Allah SWT,
beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah SWT mewajibkan membayar zakat. Zakat
ditarik ( diwajibkan ) dari orang – orang kaya, dan selanjutnya dibagikan
kepada kaum kafir. Jika mereka menantinya, maka ambilah dari mereka dan jaga
kemuliaan harta mereka. Dan takutlah terhadap doa orang yang terdzalimi, karena
doa mereka tidak ada hijab dengan Allah.”
Rasulullah SAW, pernah mengirimkan surat kepada
pegawainya Amr bin harits di najran tentang persoalan zakat, sedekah dan diyat.
Rasulullah juga selektif dalam memilih pegawainya, yakni mereka yang agamanya
kuat (shalih) dan merupakan pionir dalam masuk agama islam. Agar perekonomian
dan pemerintahan Rasulullah SAW menjadi kuat serta dapat membiayai kehidupan
umat islam.
Tujuan utama dalam perekonomian adalah Untuk mencapai
falah yang maksimum, tidak seluruh aktifitas ekonomi bisa diserahkan kepada
mekanisme pasar. Adakalanya mekanisme pasar gagal menyediakan barang dan jasa
yang dibutuhka oleh masyarakat ataupun mekanisme pasar tidak bekerja secara
fair dan adil.
Permasalahan selanjutnya yang muncul adalah bagaimana
berjalannya perekonomian Islam pada zaman Rasulullah SAW dan Khulafaurrasidin,
darimana sumber dana yang digunakan untuk penyediaan barang atau jasa tersebut,
bagaimana alokasi dan distribusi barang atau jasa yang disediakan oleh
pemerintah atau masyarakat tersebut.
1.
Keuangan Publik Pada Masa Rasulullah SAW.
Untuk memahami sejarah keuangan publik pada masa
Rasulullah SAW dan Khulafaurrasyidin, dapat dilihat dari praktik dan kebijakan
yang diterapkan oleh beliau dan para sahabat. Mengenai keuangan publik pada
masa Rasulullah SAW adalah berangkat dari kedudukan beliau sebagai kepala
Negara. Demikian halnya dengan para sahabat Khulafaurrasyidin.
Setelah
selama 13 tahun di Mekkah, beliau hijrah ke Madinah. Pada saat hijrah ke
Madinah, kota ini masih dalam keadaan kacau, belum memiliki pemimpin ataupun
raja yang berdaulat. Di kota ini banyak suku, salah satunya adalah suku Yahudi
yang dipimpin oleh Abdullah Ibn Ubay. Setelah Rasulullah SAW hijrah ke
Madinah, maka Madinah dalam waktu singkat , mengalami kemajuan yang pesat.
Rasulullah SAW berhasil memimpin seluruh pusat pemerintahan Madinah, menerapkan
prinsip-prinsip dalam pemerintahan dan organisasi, membangun
institusi-institusi, mengarahkan urusan luar negeri, membimbing para sahabatnya
dalam memimpin dan pada akhirnya melepaskan jabatannya secara penuh.
2.
Keuangan Publik Pada Masa Khulafaurrasyidin .
a.
Masa Kekhalifahan Abu Bakar As-shiddiq
Abu Bakar
Shiddiq terpilih sebagai khalifah dalam kondisi miskin, sebagai pedagang dengan
hasil yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Sejak menjadi khalifah,
kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus oleh kekayaan dari Baitul Maal
ini. Menurut beberapa keterangan, beliau diperbolehkan mengambil dua
setengah atau dua tiga perempat dirham setiap harinya dari Baitul Maal dengan
tambahan makanan berupa daging domba dan pakaian biasa. Setelah berjalan
beberapa waktu, ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga
ditetapkan 2.000 atau 2.500 dirham dan menurut keterangan lain 6.000 dirham
per-tahun.
Selama
sekitar 27 bulan dimasa kepemimpinannya, Abu Bakar As-Shiddiq telah banyak
menangani masalah murtad, cukai, dan orang-orang yang menolak membayar zakat
kepada Negara. Abu Bakar As-Shiddiq sangat memerhatikan keakuratan penghitungan
zakat. Zakat selalu didistribusikan setiap periode dengan tanpa sisa. Sistem
pendistribusian ini tetap dilanjutkan, bahkan hingga beliau wafat hanya 1
dirham yang tersisa dalam pembendaharaan keuangan.
b.
Masa Kekhalifahan Umar Bin Khatab Al-Faruqi
Ada beberapa
hal yang perlu dicatat berkaitan dengan masalah kebijakan keuangan Negara pada
masa khalifah Umar, diantaranya adalah:
1)
Baitul Maal
Property
Baitul Maal dianggap sebagai “harta kaum muslim” sedangkan khalifah dan
amil-amilnya hanyalah pemegang kepercayaan. Jadi, merupakan tanggun jawab
Negara untuk menyediakan tunjangan yang berkesinambungan untuk janda, anak
yatim, anak terlantar, membiayai penguburan orang miskin, membayar hutang
orang-orang bangkrut, membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu dan untuk
memberikan pinjaman tanpa bunga untuk urusan komersial .
2)
Kepemilikan Tanah
Sepanjang
pemerintahan Umar, banyak daerah yang ditaklukan melalui perjanjian damai.
Disinilah mulai timbul permasalahan bagaimana pembagiaanya, diantaranya ada
sahabat yang menuntut agar kekayaan tersebut didistribusikan kepada para
pejuang, sementara yang lainnya menolak. Oleh karena itu, dicarilah suatu
rencana yang cocok baik untuk mereka yang datang pertama maupun yang datang
terakhir.
3)
Zakat dan Ushr
Sebelum Islam,
setiap suku atau kelompok suku yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak
(ushr) pembelian dan penjualan (maqs). Setelah Negara Islam berdiri di Arabia,
Nabi mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapuskan
bea masuk antar propinsi yang masuk dalam daerah kekuasaan dan masuk dalam
perjanjian yang ditangani oleh beliau bersama dengan suku-suku yang tunduk
kepada kekuasaaanya.
4)
Sedekah untuk non-Muslim
Tidak ada
ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang Kristen Banu
Taghlib yang seluruh kekayaannya terdiri dari ternak. Mereka membayar 2 kali
lipat dari yang dibayar kaum muslim. Banu Taghlib adalah suku Arab Kristen yang
menderita akibat perperangan. Umar mengenakan Jizyah kepada mereka, tetapi
mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar jizyah dan malah membayar
sedekah. Namun, Ibnu Zuhra memberikan alasan untuk kasus mereka. Ia mengatakan
bahwa pada dasarnya tidaklah bijaksana memperlakukan mereka seperti musuh dan
seharusnya keberanian mereka menjadi asset Negara. Umar pun memanggil mereka
dan menggandakan sedekah yang harus mereka bayar, dengan syarat mereka setuju
untuk tidak mebaptis seorang anak atau memaksakannya untuk menerima kepercayaan
mereka. Mereka pun menyetujui dan menerima membayar sedekah ganda.
5)
Mata Uang
Pada masa
nabi dan sepanjang masa Khulafaurrasyidin mata uang asing dengan berbagai bobot
sudah dikenal di Arabia, seperi dinar, sebuah koin emas dan dirham sebuah koin
perak. Bobot dinar adalah sama dengan mistqal atau sama dengan dua puluh qirath
atau seratus grain barley. Bobot dirham tidak seragam. Untuk menghindari
kebingungan, Umar menetapkan bahwa dirham perak seberat 14 qirath atau 70 grain
barley. Dus, rasio antara 1 dirham dan 1 mistqal adlah 7 per 10. Meskipun
demikian, perlu diketahui bahwa sebelum nabi lahir, perekonomian saat itu telah
menggunakan emas dan perak sebagai alat transaksi.
6)
Klasifikasi Pendapatan Negara
Pada periode
awal Islam, para khalifah mendistribusikan semua pendapatan yang diterima.
Kebijakan tersebut berubah pada masa Umar. Pendapatan yang diterima di Baitul
Maal terbagi dalam 4 jenis:
a)
Zakat dan ushr
Dana ini
dipungut secara wajib diperoleh dari kaum Muslimin dan didistribusikan kepada 8
asnaf dalam tingkat lokal. Kelebihan disimpan di Baitul Maal pusat, dan akan
dibagikan kembali.
b)
Khums dan Sedekah
Dana ini
dibagikan kepada orang yang sangat membutuhkan dan fakir miskin atau untuk
membiayai kegiatan mereka dalam mencari kesejahteraan tanpa diskriminasi
c)
Kharaj, fay, jizyah, ushr dan sewa tetap tahunan tanah
Dana ini
diperoleh dari pihak luar (non-Muslim/non-warga) dan didistribusikan untuk
membayar dana pensiun dan dana bantuan, serta menutupi pengeluaran operasional
administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.
d)
Berbagai macam pendapatan yang diterima dari semua macam sumber. Dana ini
dikeluarkan untuk para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana
sosial lainnya.
7)
Pengeluaran
Bagian pengeluaran yang paling penting dari pendapatan
keseluruhan adalah dana pension kemudian diikuti oleh dana pertahanan Negara
dan dana pembangunan. Secara garis besar pengeluaran Negara pada masa
kekhalifahan Umar dikeluarkan untuk kebutuhan yang mendapat prioritas pertama,
yaitu pengeluaran dana pensiunbagi mereka yang bergabung dalam kemiliteran,
baik muslim maupun non-Muslim. Dana tersebut juga termasuk pensiunan bagi
pegawai sipil.
c.
Masa Kekhalifahan Utsman Bin Affan
Utsman bin Affan adalah khalifah ketiga. Pada enam
tahun pertama kepemimpinannya, Balkh, Kabul, Ghazni, Kerman, dan Sistan
ditaklukkan. Untuk menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikuti. Tidak lama
setelah Negara-negara tersebut ditaklukkan, kemudian tindakan efektif
diterapkan dalam rangka pengembangan Sumber Daya Alam (SDA). Aliran air digali,
jalan dibangun, pohon buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan
dengan cara pembentukan organisasi kepolisian tetap.
Khalifah Utsman tidak mengambil upah dari kantornya.
Sebaliknya, dia meringankan beban pemerintah dalam hal; yang serius. Dia bakan
menyimpan uangnya di bendahara Negara. Hal ini menimbulkan kesalahpahamn
antarakhalifah dan Abdullah Bin Arqom, salah seorang sahabat nabi yang
terkemuka, yang berwenang melaksanakan kegiatan baitul maal pusat. Beliau juga
berusaha meningkatkan pengeluaran dan pertahanandan kelautan, meningkatkan dana
pensiun dan pembanguunan di wilayah takhlukan baru, khalifah membuat beberapa
perubahan administrasi dan meningkatkan kharaj dan jizyah dari Mesir.
Lahan luas yang dimiliki keluarga kerajaan Persia
diambil alih oleh Umar, tetapi dia menyimpannya sebagai lahan Negara yang tidak
dibagi-bagi. Sementara itu, Utsman membaginya kepada individu-individu untuk
reklamasi dan untuk kontribusi sebagai bagian yang diprosesnya kepada Baitul
Maal. Dilaporkan bahwa lahan ini pada masa khalifah Umar bin Khattab
menghasilkan Sembilan juta dirham, tetapi pada masa Utsman bin Affan ketika
lahan telah dibagikan kepada individu-individu, penerimaannya meningkat menjadi
lima puluh juta. Pada periode selanjutnya dia juga mengizinkan menukar lahan
tersebut dengan lahan yang ada di Hijaz dan Yaman, sementara kebijakan Umar
tidak demikian.
d.
Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Setelah meninggalnya khalifah Utsman bin Affan, Ali
terpilih sebagai khalifah dengan suara bulat. Ali menjadi khalifah selama 5
tahun. Kehidupan Ali sangat sederhana dan dia sangat ketat dalam menjalankan
keuangan Negara. Gubernur Ray dijebloskan ke penjara oleh khalifah dengan
tuduhan penggelapan uang Negara.
Dalam hal penerimaan Negara, Ali masih membebankan
pungutan khums atas ikan atau hasil hutan. Menurut Baladhuri, Ali membebankan
para pemilik hutan (Ajmat) 4.000 dirham. Di hutan ini, terdapat ngarai yang
dalam, yang menurut beberapa orang, tanahnya dibuat untuk batu-batu istana, dan
menurut yang lainnya, itu adalah tanah longsor
Berbeda dengan khalifah Umar, khalifah Ali
mendistribusikan seluruh pendapatan di baitul maal ke profinsi yang ada di baitul
maal Madinah, Bushra dan Kufa. System sistribusi setiap pecan sekali untuk
pertama kalinya diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari
pembayaran. Pada hari itu penghitungan diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai
perhitungan baru.
Dalam hal alokasi pengeluaran masih tetap sama
sebagaimana halnya pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab.
Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambah jumlahnya pada masa kepemimpinan
Utsman bin Affan hamper dihilangkan seluruhnya karena daerah sepanjang garis
pantai seperti Syiria, Palestina, dan Mesir berada dibawah kekuasaan Muawiyah.
Namun, dengan adanya penjaga malam dan patrol (diciptakan oleh Umar), khalifah
keempat tetap menyediakan polisi regular yang terorganisasi, yang disebut
Shurta, dan pemimpinnya diberi gelar Sahibush-Shurta. Fungsi lain dari Baitul
Maal masih tetap sama seperti yang dulu dan tidak ada perkembangan aktivitas
yang berarti pada periode ini.
2. Apa saja
karakteristik keuangan publik islam ?
Jawaban :
Karakteristik Keuangan Publik
dalam islam
Pandangan
Ahli Fiqh terhadap Zakat dan Pajak
Zakat merupakan kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang Islam setelah
memenuhi kriteria tertentu. Dalam Al-Qur’an terdapat 32 kata zakat, dan 82 kali
di ulang dengan menggunakan istilah yang merupakan sinonim dari kata zakat,
yaitu kata sedekah dan infaq. Pengulangan tersebut mengandung maksud bahwa
zakat mempunyai kedudukan, fungsi, dan peranan yang sangat penting dalam
islam. Dari 32 ayat dalam Al-Qur’an yang memuat ketentuan zakat tersebut,
29 ayat diantaranya menghubungkan ketentuan zakat dengan shalat.
Nash
Al-Qur’an tentang zakat diturunkan dalam dua periode, yaitu periode Makkah
sebanyak delapan ayat (Al-Muzzammil [73] : 20 , Al-Bayyinah [98] : 5) dan
periode Madinah sebanyak 24 ayat (misalnya Al-Baqarah [2] : 43 , Al-Maidah [5]
: 12). Perintah zakat yang diturunkan pada periode Makkah, sebagaimana terdapat
dalam kedua ayat tersebut diatas, baru merupakan anjuran untuk berbuat baik
kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan bantuan. Sedangkan yang
diturunkan pada periode Madinah, merupakan perintah yang telah menjadi
kewajiban mutlak (ilzami).
Dilihat dari
segi kebahasaan, teks-teks Al-Qur’an yang mengungkapkan perihal zakat, sebagian
besar dalam bentuk amr (perintah) dengan menggunakan kata atu (tunaikan), yang
berarti berketetapan; segera; sempurna sampai akhir; kemudahan; mengantar; dan
seorang yang agung. Kata tersebut bermakna al-I’tha’, suatu perintah untuk
menunaikan atau membayarkan.
Al-Qur’an
menampilkan kata zakat dalam empat gaya bahasa (uslub), yaitu :
a.
Menggunakan uslub insyai, yaitu berupa perintah, seperti terlihat dalam QS.
Al-Baqarah [2]:42, 83, 110; Al-Hajj [22]:78; Al-Ahzab [33]:33; Al-Nur [241]:56;
Al-Muzammil [73]:20, dengan menggunakan kata atu atau anfiqu. Dalam ayat lain
digunakan pula kata kerja dengan menggunakan kata khuz, yaitu perintah untuk
mengambil atau memungut zakat (shadaqah), seperti terdapat dalam QS. At-Taubah
[9]:103. Sasaran perintah ini adalah para penguasa (amil zakat) untuk memungut
dan mengelola zakat dari para wajib zakat.
b.
Menggunakan uslub targhib (motivatif), yaitu suatu dorongan untuk tetap
mendirikan shalat dan membayarkan zakat yang merupakan ciri orang yang keimanan
dan ketaqwaannya dianggap benar, kepada mereka dijanjikan akan memperoleh
ganjaran berlipat ganda dari Tuhan. Salah satu bentuk targhib ini dapat
ditemukan pada QS Al-Baqarah [2]:277
c.
Menggunakan uslub tarhib (intimidatif/peringatan) yang ditujukan kepada
orang-orang yang menumpuk harta kekayaan dan tidak mau mengeluarkan zakatnya.
Orang-orang semacam ini diancam dengan azab yang pedih sebagaimana disebutkan
dalam QS. At-Taubah [9]:34
d.
Menggunakan uslub madh (pujian/sanjungan), yaitu pujian Tuhan terhadap
orang-orang yang menunaikan zakat. Mereka disanjung sebagai penolong (wall)
yang disifati dengan sifat ketuhanan, kerasulan, dan orang-orang yang beriman karena
kesanggupan mereka memberikan yang mereka berikan berupa adat kepada orang lain
ayat dalam………………………………………………….
Dalam perjalanan sejarah, penerimaan Negara Islam bukan hanya bersumber dari
zakat, namun banyak sumber lain baik sebagai sumber utama ataupun sekunder.
Pajak, yang dewasa ini menjadi sumber penerimaan utama di hampir setiap Negara,
juga mendapat perhatian oleh para ahli fiqh dewasa ini. Namun pandangan ahli
fiqh klasik (utamanya ahli fiqh yang termasuk dalam empat madzhab fiqh) terhadap
masalah pajak belum banyak yang membahas. Para ahli fiqh ini lebih banyak
membahas tentang: fai’, ghanimah, jizyah, dan kharaj. Pemabahasan mereka
berkisar tenteng definisi, pembagian, dan penggunaanya.
Ulama fiqh kontemporer mengemukakan bahwa ada kewajiban material yang berbentuk
pajak itu tidak diragukan keabsahannya karena ternyata pada waktu ini nagara
memerlukan anggaran pendapatan yang besar sekali, yang keseluruhannya tidak
mungkin terpenuhi dengan zakat. Pada saat ini dua kewajiban tersebut menyatu
dalam diri seorang muslim bukan saja kewajiban pajak, tetapi juga kewajiban
zakat sekaligus.
3. Apa saja instrument keuangan publik
dalam islam ?
Jawaban :
Instrument Pembiayaan
Publik Dalam Islam
Berbagai
instrument yang bisa digunakan sebagai sumber pembiayaan Negara pada dasarnya
dapat dikembangkan karena pada hakikatnya hal ini merupakan aspek muamalah,
kecuali dalam hal zakat. Artinya selama dalam proses penggalian sumber daya
tidak terdapat pelanggaran syariah islam, maka selama itu pula diperkenankan
menurut islam. Oleh karena itu, terdapat beberapa instrument yang bisa
digunakan sebagai instrumen pembiayaan publik, yaitu sebagai berikut:
1.
Zakat
Zakat
merupakan sumber pertama dan terpenting dari penerimaan Negara, pada awal
pemerintahan islam. Sumber penerimaan lain adalah sebagaimana yang akan
diuraikan pada bagian setelah ini. Perlu dicatat, bahwa zakat bukanlah
merupakan sumber penerimaan biasa bagi Negara Negara di dunia, karena itu juga
tidak dianggap sebagai sumber pembiayaan utama.
2.
Asset dan Perusahaan Negara
Dalam
konteks kehidupan modern ini, dimana peperangan fisik sudah tidak lagi
dilakukan atau para pasukan merupakan pasukan professional yang digaji, maka
ghonimah tidak dapat dijadikansebagai sumber pendapatan. Pemerintah hanya
mengambil 20% dari ghonimah untuk pengentasan kefakiran-kemiskinan, anak yatim,
dan ibnu sabil.
3.
Kharaj
Kharaj atau biasa disebut dengan pajak tanah. Dalam
pelaksanaanya, kharaj dibedakan menjadi dua, yaitu proporsional dan tetap.
Secara proporsional artinya dikenakan sebagai bagian total dari hasil produksi
pertanian, misalnya seperempat, seperlima, dan sebagainya. Secara tetap artinya
pajak tetap atas tanah. Dengan kata lain, kharaj proporsional adalah tidak
tetap tergantung pada hasil dan harga setiap jenis hasil pertanian. Sedangakan
kharaj tetap dikenekan pada setahun sekali.
4.
Jizyah
Meskipun jizyah merupakan hal wajib, namun dalam
ajaran islam ada ketentuan, yaitu bahwa jizyah dikenakan kepada seluruh non
muslim dewasa, laki laki, yang mampu membayarnya. Sedangkan bagi perampuan,
anak anak, oran tua dan pendeta dikecualikan sebagai kelompok yang tidak wajib
ikut bertempur dan tidak diharapkan mampu ikut bertempur.
5.
Wakaf
Dalam hukum islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak
milik yang tahan lama kepada seseorang atau nadzir baik berupa perorangan
maupun lembaga, dengan ketentuan bahwa hasilnya digunakan sesuai dengan syariat
islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar